Kamis, 30 Juni 2011

Aku Bukan Teroris

Kini kutahu makna kalimat itu. Banyak orang yang telah mulai mengintai kami. Lebih khusus lagi, mengincarku. Meski sesungguhnya aku tak tahu siapa mereka dan mengapa mereka menguntit kami. Ayah telah menyelamatkanku, meski akhirnya beliau harus merelakan jiwa beliau sebagai gantinya. Jika saja aku masih ada di sana, di Pidie yang penuh gundah, niscaya aku pun akan mengalami nasib yang sama. “Kau masih ingat Fatimah?” tanya paman membuyarkan buaian lamunanku. “Tentu, Paman. Ia teman sebangku saya di SMP dulu.” “Ia telah beranak dan tak diketahui siapa bapaknya.” “Astaghfirullahaladzim...” Aku tertenung oleh kabar itu. Tak kupercaya. Sungguh tak dapat kupercaya. “Itu bukan aibnya,” lanjut paman, sebelum aku sempat berprasangka. “Maksud Paman?” “Seharusnya itu aib orang yang melakukannya. Namun apa daya bagi gadis desa semacam dirinya. Tak ada kuasa. Maka ia pun harus menanggungnya sendirian.” “Tapi Fatimah tentu tahu siapa pelakunya. Ia bisa tahu siapa bapak bayi yang dilahirkannya.” Paman menggeleng mantap. “Dengan tiga orang yang memaksanya, kaupikir siapa yang layak disebut sebagai bapak?” Tiga orang? Sungguh tak terbayangkan. Aku percaya, saat itu Fatimah pasti meronta-ronta. Namun siapa bisa melawan tenaga tiga orang? Sedangkan ia hanya seorang perempuan, dan lagi sendirian. Niscaya tak tertanggungkan beban yang berkecamuk di dirinya. “… serigala yang telah mulai siaga untuk menerkammu…” Mereka, tiga orang itu, tentu serigala yang siap pula menerkamku apabila aku masih berada di sana, mengikuti kata hatiku untuk setia menemani kedua orangtuaku. Nasibku tentu tak akan jauh berbeda dari nasib Fatimah dan nasib perempuan-perempuan yang lain. Aku jadi ingat pada jawaban guru sejarah ketika kutanyakan mengapa sering kulihat bintang film Indonesia namun berwajah layaknya orang Belanda? Saat itu guru sejarahku berkata, “Ketika zaman penjajahan dulu, tak sedikit orang Belanda yang jatuh cinta dan menikah dengan orang-orang pribumi, orang-orang bangsa kita. Pernikahan mereka beranak-pinak. Karena darah mereka tercampur antara darah bangsa kita, bangsa pribumi, dengan darah penjajah, darah Belanda, maka kulit anak-anak mereka putih dan hidung anak-anak mereka mancung. Bahkan sebagian di antara anak-anak mereka ada yang bermata cokelat, tak hitam seperti mata kebanyakan dari kita.” Kini kutahu makna jawaban guru sejarah itu. Sebagian dari bangsa penjajah itu memang menikah dengan bangsa kita, namun tentu tak sedikit di antara mereka hanya memaksakan keinginan menuntaskan gairah purba mereka dan menitipkan benihnya secara paksa di rahim perempuan-perempuan pribumi. Jumlah korban pemaksaan semacam itu pasti jauh lebih banyak dibandingkan yang benar-benar menikah dalam arti sesungguhnya. Namun setahuku, penjajahan kini sudah tak terjadi lagi. Meski jarang kulihat wajahnya lantaran tak banyak pesawat televisi yang bisa kami pandangi, setidaknya aku tahu, negeriku telah punya pemimpin sendiri. Tak beda dengan negara-negara yang lain. Lantas mengapa pengalaman layaknya masa penjajahan masih saja terjadi? Aku tak menemukan jawabnya. Sebab – sebagaimana almarhumah ibu – aku pun hanya berjalan mencari jejak takdir. Mengikuti jalan nasib yang menggiringku jauh dari Pidie, jauh dari pengalaman mengerikan dan bisa hidup tenang meski di perantauan. “Tapi, Paman, mengapa Paman bisa tahu secara detil cerita tentang ibu?” “Muslihin yang memberi paman kabar. Ia paman minta mengawasi ibumu sepeninggal ayahmu.” Muslihin? Lelaki cahaya itu? Pantas, beberapa bulan terakhir, tak pernah kulihat kehadirannya. Rupanya, ia kembali berkelana. Kali ini, menjemput pertemuan dengan ibuku; calon mertuanya.

MANAJEMEN KONFLIK ORGANISASI: Defenisi dan Toeri

Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.

Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.


Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.

* Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras.

* Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai.

* Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

* Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.



* Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.

Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.

Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik. Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.

Teori-teori Konflik

Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:

a. Teori hubungan masyarakat

Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.

Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.

b. Teori kebutuhan manusia

Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.

Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.

c. Teori negosiasi prinsip

Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.

Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

d. Teori identitas

Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.

Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.

e. Teori kesalahpahaman antarbudaya

Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.

Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.

f. Teori transformasi konflik

Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.

Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antar pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.

Manajemen Konflik Dalam Organisasi

[ Once the realization is accepted that even between the closest human beings infinite distances continue, a wonderful living side by side can grow, if they succeed in loving the distance between them which makes it possible for each to see the other whole against the sky. ~Rainer Maria Rilke ~ ]

Manajemen Konflik dalam Organisasi
(Studi Kasus Proses Komunikasi dalam Organisasi UKM Pramuka UGM)
Organisasi merupakan wadah di mana banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi. Organisasi juga terbentuk karena adanya kesamaan misi dan visi yang ingin dicapai. Dari sini setiap individu atau unsur yang terdapat di dalam organisasi tersebut secara langsung maupun tidak langsung harus memegang teguh apa yang menjadi pedoman dan prinsip di dalam organisasi tersebut. Sehingga untuk mencapai visi dan menjalankan misi yang digariskan dapat berjalan dengan baik.
Seiring berjalannya waktu, di dalam organisasi kerap terjadi konflik. Baik konflik internal maupun konflik eksternal antar organisasi. Konflik yang terjadi kadang kala terjadi karena permasalahan yang sangat remeh temeh. Namun justru dengan hal yang remeh temeh itulah sebuah organisasi dapat bertahan lama atau tidak. Mekanisme ataupun manajemen konflik yang diambil pun sangat menentukan posisi organisasi sebagai lembaga yang menjadi payungnya. Kebijakan-kebijakan dan metode komunikasi yang diambil sangat memengaruhi keberlangsungan sebuah organisasi dalam memertahankan anggoa dan segenap komponen di dalamnya.
Salah satu organisasi tersebut adalah UKM Pramuka UGM. Unit kegiatan Mahasiswa yang hampir mencapai usia ke-26 tahun ini ternyata memiliki mekanisme unik dalam merespon konflik yang ada di tubuhnya. Baik konflik internal anggota, anggota-pimpinan, maupun antar pimpinan itu sendiri. Sebagai salah satu organisasi kepemudaan, Pramuka UGM cukup menjadi contoh sederhana bagaimana sebuah organisasi mampu memanaj sebuah persoalan dengan baik. Dengan seperangkat norma yang ia miliki UKM Pramuka UGM mampu mengelola sumber daya yang selama ini menjadi potensi bagi sebuah organisasi.
Barangkat dari sinilah tulisan ini berawal. Melihat organisasi mahasiswa rentan akan konflik, dengan pertimbangan factor emosi dan stabilitas diri, maka penulis mencoba mengangkat tema bagaimana mahasiswa-dalam hal ini pengurus organisasi-memanaj konflik yang kerap mewarnai perjalanan organisasi mereka. Apakah proses komunikasi yang dijalin telah berjalan dengan baik laiknya sebuah organisasi ekonomi ataupun organisasi keluarga? Bagaimana proses komunikasi itu berjalan? Bagaimana kebijakan dan respon yang diambil tatkala konflik terjadi di sana? Tulisan ini berusaha memaparkannya.

II. Rumusan Masalah
a. Bagaimana proses komunikasi yang terjadai dalam organisasi Pramuka?
b. Bagaimana manajemen konflik dalam organisasi UKM Pramuka UGM?

III. Kerangka Teori
Organisasi
a. Organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi lewat hirarki otoritas dan tanggungjawab (Schein). Karakterisitik organisasi menurut Schein meliputi : memiliki struktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian yang lain untuk mengkoordinasikan aktivitas didalamnya.
b. Organisasi adalah sistem hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasikan usaha suatu kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu (Kochler).
c. Organisasi adalah suatu bentuk sistem terbuka dari aktivitas yang dikoordinasi oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama.
Jadi rumusan, tentang organisasi ini menyangkut 3 aspek penting :
i. organisasi sebagai suatu sistem
ii. terdapat koordinasi aktivitas
iii. mencapai tujuan bersama
Komponen organisasi
a. Struktur sosial : struktur normatif + struktur tingkah laku
b. partisipan : kontribusi individu pada organisasi
c. Tujuan
d. Teknologi : mesin, ketrampilan, teknik dari partisipan

Sifat organisasi
a. Dinamis, penyebabnya :
§ perubahan ekonomi
§ perubahan pasaran
§ perubahan kondisi sosial
§ perubahan teknologi
b. Memerlukan informasi proses komunikasi
c. Mempunyai tujuan
d. Terstruktur
Ada yang menambahkan faktor yang sangat berpengaruh bagi berlangsungnya suatu organisasi yakni : a. SDM, b. Ketrampilan, c. Energi, d. Lingkungan.

Fungsi Organisasi
a. Memenuhi kebutuhan pokok organisasi
gedung, modal, bahan mentah, fasilitas
b. Mengembangkan tugas dan tanggungjawab
ke dalam organisasi dan lingkungan
c. Memproduksi barang/jasa/gagasan
d. Mempengaruhi orang banyak
Komunikasi dalam organisasi
Fungsi komunikasi dalam organisasi adalah :
1. Sebagai pembentuk iklim organisasi yakni yang menggambarkan suasana kerja organisasi atau sejumlah keseluruhan perasaan dan sikap orang-orang yang bekerja di dalam organisasi.
2. Membangun budaya organisasi yakni nilai dan kepercayaan yang menjadi titik sentral organisasi,

Tujuan komunikasi dalam organisasi adalah mutual understanding, dalam arti mencoba mencari saling sepemahaman antara anggota-anggota dalam organisasi tersebut.
Lingkup kajian komunikasi organisasi adalah komunikasi organisasi yang terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan informal dan berlangsung dalam suatu jaringan [Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Termasuk dalam bidang ini adalah : komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi dari atasan ke bawahan atau sebaliknya dari bawahan kepada atasan, komunikasi horisontal, ketrampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program (Redding & Sanborn). ]
yang lebih besar dari komunikasi kelompok.
Pengertian Komunikasi Organisasi
1. Komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di dalam suatu organisasi.(Katz & Kahn)
2. Komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan eksternal (Zelko & Dance)
3. Komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah. (Goldhaber)
4. Komunikasi organisasi sebagai arus data yang melayani komunikasi organisasi dan interkomunikasi dalam beberapa cara. (Thayer). Ada tiga sistem dalam komunikasi organisasi :
a) berkenaan dengan kerja organisasi seperti data mengenai tugas-tugas atau beroperasinya organisasi.
b) berkenaan dengan pengaturan organisasi seperti perintah-perintah, aturan-aturan dan petunjuk-petunjuk
c) berkenaan dengan pemeliharaan dan pengembangan organisasi.
6. Bidang komunikasi organisasi termasuk arus komunikasi formal dan informal dalam organisasi (Greenbaunm).
Konflik
Konflik (pertentangan atau perselisihan) adalah sesuatu yang tidak pernah dapat dihindari, yang terjadi kapan saja sepanjang hidup dan juga di dalam leadership. Penyelesaian konflik yang baik sangat penting dalam meningkatkan ketrampilan sebagai leadership dan memindahkan praktek manajemen dari paham otoritarian (kepatuhan pada seseorang) ke arah pendekatan kooperatif yang menekankan pada persuasi rasional, kolaborasi, kompromi dan penyelesaian yang saling menguntungkan.

Kemungkinan efek dari konflik
Kemungkinan efek positif
Kemungkinan efek negatif

Meningkatkan usaha
Merasa mendapat angin
Saling pengertian lebih baik satu dengan yang lain
Mendorong terjadinya perubahan
Pengambilan keputusan yang lebih baik
Isu-isu kunci muncul ke permukaan
Pemikiran kritis muncul

Mengurangi produktivitas
Penurunan komunikasi
Perasaan negatif

Stres
Pengambilan keputusan yang tidak baik
Penurunan bentuk kerjasama
Muncul kegiatan fitnah

Konflik organisasi disebabkan langkanya sumberdaya.
Anne Hubel & Caryn Medved:
Penyebab konflik: distorsi informasi akibat modifikasi pesan, ambiguitas akibat penggunaan bahasa yang tidak jelas dan kebohongan.

Manajemen Konflik dalam Komunikasi
Asumsi setiap orang memiliki kecenderungan tertentu dalam menangani konflik.
Terdapat 5 kecenderungan:
• Penolakan: konflik menyebabkan tidak nyaman
• Kompetisi: konflik memunculkan pemenang
• Kompromi: ada kompromi & negosiasi dalam konflik untuk meminimalisasi kerugian
• Akomodasi: ada pengorbanan tujuan pribadi untuk mempertahankan hubungan
• Kolaborasi: mementingkan dukungan & kesadaran pihak lain untuk bekerja bersama-sama.

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :

Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.

INTERAKSI WIN –WIN
Berpikir Menang-Menang merupakan sikap hidup, suatu kerangka berpikir yang menyatakan : “Saya dapat menang, dan demikian juga Anda, kita bisa menang”. Berpikir Menang-Menang merupakan dasar untuk dapat hidup berdampingan dengan orang lain. Berpikir Menang-Menang dimulai dengan kepercayaan bahwa kita adalah setara, tidak ada yang di bawah ataupun di atas orang lain. Hidup bukanlah kompetisi. Mungkin kita memang menjumpai bahwa dunia bisnis, sekolah, keluarga, olah raga adalah dunia yang penuh kompetisi, tetapi sebenarnya kita sendirilah yang menciptakan dunia kompetisi. Hidup sebenarnya adalah relasi dengan orang lain. Berpikir Menang-Menang bukanlah berpikir tentang Menang-Kalah, Kalah-Menang, atau pun Kalah –Kalah.
1. Win-Lose (Menang – Kalah).
Paradigma ini mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam gaya ini seseorang cenderung menggunakan kekuasaan, jabatan, mandat, barang milik, atau kepribadian untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan mengorbankan orang lain. Dengan paradigma ini seseorang akan merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain kalah. Ia akan merasa terancam dan iri jika orang lain menang sebab ia berpikir jika orang lain menang pasti dirinya kalah. Jika menang pun sebenarnya ia diliputi rasa bersalah karena ia menganggap kemenangannya pasti mengorbankan orang lain. Pihak yang kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan merasa diabaikan.
Sikap Menang-Kalah dapat muncul dalam bentuk :
Menggunakan orang lain , baik secara emosional atau pun fisik, untuk kepentingan diri.
Mencoba untuk berada di atas orang lain.
Menjelek-jelekkan orang lain supaya diri sendiri nampak baik.
Selalu mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan perasaan orang lain.
Iri dan dengki ketika orang lain berhasil

2. Lose-Win (Kalah – Menang).
Dalam gaya ini seseorang tidak mempunyai tuntutan, visi, dan harapan. Ia cenderung cepat menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka mencari kekuatan dari popularitas atau penerimaan. Karena paradigma ini lebih mementingkan popularitas dan penerimaan maka menang bukanlah yang utama. Akibatnya banyak perasaan yang terpendam dan tidak terungkapkan sehingga akan menyebabkan penyakit psikosomatik seperti sesak napas, saraf, gangguan sistem peredaran darah yang merupakan perwujudan dari kekecewaan dan kemarahan yang mendalam.
3. lose-Lose (Kalah – Kalah)
Biasanya terjadi jika orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang-Kalah. Karena keduanya tidak bisa bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika tidak ada yang menang , lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh, yang ada hanya perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan dirinya kalah sama saja dengan bunuh diri.
4. Win (Menang)
Orang bermentalitas menang tidak harus menginginkan orang lain kalah. Yang penting adalah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang bermentalitas menang menjadi egois dan akan mencapai tujuannya sendiri. Jika hal ini menjadi pola hidupnya maka ia tidak akan bisa akrab dengan orang lain, merasa kesepian, dan sulit kerja sama dalam tim.
5. Win-Win (Menang-Menang)
Menang-Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi. Menang-Menang berarti mengusahakan semua pihak merasa senang dan puas dengan pemecahan masalah atau keputusan yang diambil. Paradigma ini memandang kehidupan sebagai arena kerja sama bukan persaingan. Paradigma ini akan menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak dan akan meningkatkan kerja sama kreatif.
BAGAIMANA BERSIKAP MENANG-MENANG ?
Bagaimana cara berpikir dan bersikap Menang-Menang ? Bagaimana Anda dapat tetap merasa bahagia ketika teman Anda diterima UMPTN sementara Anda tidak ? Bagaimana Anda tidak merasa rendah diri ketika melihat teman Anda mempunyai prestasi gemilang ? Bagaimana Anda dapat menemukan solusi permasalahan yang membuat Anda dan orang lain merasa Menang ?
Ada dua cara yang dapat dilakukan :

Capailah Kemenangan Pribadi
Berpikir Menang-Menang dimulai dari diri Anda sendiri. Jika Anda merasa sangat tidak aman dan tidak berusaha untuk mencapai kemenangan pribadi, maka sangatlah sulit untuk beerpikir Menang-Menang. Anda akan merasa terancam oleh orang lain, Anda akan sulit menghargai dan mengakui keberhasilan orang lain. Anda akan merasa kesulitan untuk tetap berbahagia atas keberhasilan orang lain. Orang yang tidak aman mudah iri pada orang lain.

Hindari Kompetisi dan Perbandingan Tidak Sehat
Ada dua kebiasaan dalam hidup kita yang mirip dengan tumor yaitu yang dapat menggerogoti tubuh kita perlahan-lahan dari dalam. Kebiasaan itu adalah berkompetisi dan membandingkan.

Berkompetisi
Kompetisi dapat menyehatkan. Kompetisi mendorong kita untuk menjadi lebih baik dan berprestasi. Tanpa kompetisi mungkin kita tidak mempunyai kemampuan mendorong diri kita untuk lebih maju. Kompetisi dapat menyehatkan jika Anda berkompetisi dengan diri Anda sendiri atau ketika hal itu membuat Anda merasa tertantang untuk berprestasi atau menjadi yang terbaik. Kompetisi sangatlah tidak menyehatkan jika Anda hanya berpikir tentang diri kemenangan untuk diri sendiri atau ketika Anda merasa harus mengalahkan orang lain untuk mencapai kemenangan. Marilah kita berkompetisi dengan diri sendiri sehingga kita selalu berkembang dan berhentilah berkompetisi demi memperoleh status, popularitas, pacar, posisi, perhatian, dan sebagainya dan mulailah menikmati hidup.

Membandingkan
Membandingkan diri dengan orang lain adalah sesuatu yang buruk. Mengapa ? Sebab masing-masing dari kita mempunyai potensi yang berbeda, baik secara sosial, mental, maupun fisik. Setiap orang punya kelebihan dan kelemahan yang berbeda. Kita dapat saling mengembangkan diri dan melengkapi bersama-sama dengan orang lain . Jadi apa gunanya melihat-lihat orang lain untuk mecari-cari kelemahan atau kelebihan mereka dan membandingkan dengan diri Anda? Berhentilah berbuat demikian dan hilangkan kebiasaan ini. Anda tidak perlu tampil secantik peragawati, Anda tidak perlu sepopuler teman Anda, tampilah sesuai dengan diri Anda yang sebenarnya karena Anda memang berbeda dengan orang lain, Anda adalah unik dan berbahagialan dengan keunikan Anda.

PEMBAHASAN
Pramuka Sebagai Sebuah UKM: Sebuah Organisasi
Pramuka adalah satu-satunya organisasi kepanduan yang ada di Indonesia (AD ART Gerakan Pramuka berdasar Keputusan Presiden No. 238 Tahun 1961). Gerakan Pramuka dimaksudkan untuk menjadi ajang pendidikan non formal di luar lingkungan pendidikan formal. Dengan prinsip dasar metode keramukaan yang dimiliki, Pramuka menjadi sebuah organisasi kepemudaan yang cukup kompleks dan tua di Indonesia.
Di UGM, Pramuka hampir berusia ke-26 tahun (tepatnya pada 15 Juni 2007 nanti). Gugusdepan 1505 putra dan 1506 putri. Di dalamnya terdapat tiga satuan: Pandega, Penggalang, dan siaga. Satuan Pandega berada pada Racana Gadjah Mada dan Racana Tribhuwanatunggadewi. Sedangkan satuan Penggalang dan Siaga berada pada ambalan dan barung Gadjah Mada dan ribhuwanatunggadewi dan keduanya berpangkalan di SD dan SLTP Budi Mulia Dua Yogyakarta. Dalam hal ini, bahasan yang dikaji oenulis adalah sebatas Racana Gadjah Mada dan Racana Tribhuwaatunggadewi (Satuan Pandega).
Racana Gadjah Mada dan Racana Tribhuwanatunggadewi memiliki struktur laiknya organisasi kepemudaan lainnya. Masing-masing racana memiliki ketua (01), sekretaris (02), Bendahara (03), dan Pemangku Adat (04). Secara fungsional, sekretaris dan bendahara bersama-sama ketua bertanggungjawab atas urusan kelembagaan dan organisasional. Sedangkan pemangku adat bertanggungjawab atas keanggotaan (GBHKR Jangka Pendek RGM dan RTBTD 2006-2007). Tiap-tiap pimpinan dibantu oleh coordinator bidang. Untuk masa bakti Pimpinan Dewan Racana 2006-2007, bidang yang dibentuk adalah Bidang Humas, Bidang Bina Satuan, dan Bidang Kerumahtanggaan.

Konflik dalam Organisasi
Dalam mengambil beberapa kputusan, acapkali sebuah organisasi kesulitan dalam mengakomodir segenap kepentingan anggota di dalamnya. Tidak terkecuali di tubuh UKM Pramuka UGM sendiri. Ketika pimpinan dipegang oleh sebuah kepengurusan baru, maka ada beberapa prosedur dan mekanisme waji yang harus dijalankan. Sesuai dengan prinsip dasar dan metode kepramukaan, maka setiap keputusan yang diambil harus melalui jalan musyawarah untuk mufakat.
Di UKM Pramuka UGM dikenal istilah musyawarah kerja yang merupakan forum tertinggi untuk menentukan program kerja apa saja yang akan dijalankan oleh mereka. Namun sebelum masuk forum tersebut, rancangan program kerja harus dibahas pada forum yang lebh kecil di Pimpinan Dewan Racana (Pengurus Operasional) dan di Dewan Racana (Pengelola secara umum yang telah Pandega). Konflik yang kerap muncul adalah knflik interpersonal dankepentingan golongan. Hal ini sangat wajar mengingat Pramuka merupakan organisasi yang berlandaskan prinsip kekeluargaan.
Selain pada rapat-rapat formal, konflik juga sering muncul pada kehidupan sehari-hari di Sanggar Bakti (semacam secretariat di Gelanggang Mahasiswa UGM). Interaksi yang terjadi setiap Oh, the comfort – the inexpressible comfort of feeling safe with a person – having neither to weigh thoughts nor measure words, but pouring them all right out, just as they are, chaff and grain together; certain that a faithful hand will take and sift them, keep what is worth keeping, and then with the breath of kindness blow the rest away. ~Dinah Craik, A Life for a Life, 1859
hari sangat memungkinkan terjadinya konflik antar anggota. Baik yang sifatnya laten maupun terbuka. Konflik-konflik tersebut kerap mewarnai perjalanan dan kehidupan di Sanggar. Sehingga dinamika yang timbul karenanya seringkali menyulitkan sekaligus menjadi sebuah tantangan bagi pimpinan dalam mengntisipasinya.

Proses dan Jalur Komunikasi
Salah satu proses komunikasi yang dibangun adalah dengan mengadakan pertemuan-pertemuan. Bebeapa pertemuan yang dijalankan sebagai mekanisme komunikasi antara anggotanya antara lain:
a. Pertemuan Pimpinan Dewan Racana Racana Gadjah Mada dan Pimpinan Dewan Racana Racana Tribhuwanatunggadewi.
Pertemuan PDR Racana Gadjah Mada dan PDR Racana Tribhuwanatunggadewi dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang dianggap perlu untuk menentukan kebijakan Dewan Racana.
b. Pertemuan Pimpinan Dewan Racana Racana Gadjah Mada dan Pimpinan Dewan Racana Racana Tribhuwanatunggadewi dengan Bidang Dewan Racana.
c. Pertemuan Pimpinan Dewan Racana Racana Gadjah Mada dan Racana Tribhuwanatunggadewi dengan Pembina.
d. Pertemuan Pimpinan Dewan Racana Racana Gadjah Mada dan Racana Tribhuwanatunggadewi dengan Majelis Pembimbing Gugusdepan.
e. Pertemuan Pimpinan Dewan Racana Racana Gadjah Mada dan Racana Taribhuwanatunggadewi dengan Sangga Kerja.
f. Pertemuan Dewan Racana Racana Gadjah Mada dan Dewan Racana Racana Tribhuwanatunggadewi.
g. Pertemuan Dewan Racana.
Dilaksanakan oleh anggota Dewan Racana masing-masing racana, berisi pembahasan pembinaan keanggotaan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kehidupan masing-masing racana. Untuk pertemuan DR masing-masing racana dapat dilihat pada Laporan Peradatan.
h. Musyawarah Kerja.
Berisi penawaran Program Kerja Racana kepada Warga Racana berdasarkan hasil-hasil Muspan XXV Tahun 2006, serta penetapan hasil dan kebijaksanaan Musyawarah Kerja.
i. Pleno Anggota.
Diselenggarakan dua kali dalam periode kepengurusan sebagai agenda evaluasi ena bulanan.
j. Pertemuan Khusus
Pertemuan khusus adalah pertemuan yang bersifat khusus, yang tidak termasuk dalam pertemuan-pertemuan di atas seperti pertemuan dengan rektorat, pertemuan dengan Forum Komunikasi Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada, pertemuan Badan Pengurus Harian Racana se-Kwartir Cabang 1205 Kota Yogyakarta, dan lain-lain.

Manajemen Konflik dan Mekanisme yang Ditawarkan
Dalam menyikapi konflik yang terjadi di internal anggota, personil yang secara fungsional bertanggungjawab adalah pemangku adat. Peran yang biasanya dipegang oleh anggota yang paling tua di antara pimpinan lainnya ini adalah sebagai seseorang yang memediasi konflik yang terjadi. Namun, selain secara personal, terdapat beberapa badan yang dijadikan alat untuk meneyelesaikan konflik jika konflik yang dirasa tidak dapat dilaksanakan oleh pemangku adat secara personal. Badan tersebut adalah pendamping dan Dewan Kehormatan.
Pendamping merupakan seorang kakak (sudah pandega) yang bertugas mendampingi adiknya (calon pandega) untuk menempuh SKU Pand Pendamping, Pemangku Adat, dan Dewan Kehormatan adalah beberapa alat yang digunakan untk melakukan proses komunikasi antaranggota di UKM Pramuka UGM. (GBHKR Jangka Pendek 2006-2007 Gerakan Pramuka Racana Gadjah Mada dan Racana Tribhuwanatunggadewi).
ega. Sebagai seorang pendamping, ia bertanggungjawab atas perilaku dan watak adik dampingannya itu. Begitu pula dengan konflik yang mungkin muncul dari hubungan tesebut. Dalam hal ini pendamping berfungsi laiknya orangtua yang mengawasi dan memantau perkembangan kepribadian dan segala macam kegiatan adik dampingannya itu. Maka tak jarang seorang dampingan seringkali memiliki karakter yang sama dengan pendampingnya. Dengan pendampingnya inilah seorang anggota bercerita dan berkomunikasi lebih intens dibandingkan anggota atau kakak lainnya. Seorang dampingan dan pendamping memiliki tingkat kepercayaan lebih tinggi bila dibandingkan anggota lainnya.
Selain itu juga terdapat Badan Kehormatan. Badan Dewan Kehormatan sedikitnya dihadiri oleh Ketua Racana, Pemangku Adat, dan Pembina selaku penasihat. Bahkan jika dipandang perlu, dapat pula dihadiri oleh seluruh anggota Dewan Racana (yang telah Pandega).
Konflik atau permasalahan yang dibwah ke badan ini adalah yang menyangkut persoalan serius terkait pelanggaran Dasa Dharma dan Tri Satya Gerakan Pramuka, Adat Racana, GBHKR, AD/ ART Gerakan Pramuka, maupun konflik laten antarpersonal yang sulit dipecahkan. Sementara posisi Pembina dalam badan ini adalah sebagai penasihat yang hanya dimintai bantuan ketika persoalan dipandang sulit diselesaikan.

PENUTUP

IV. Kesimpulan
Beberapa persoalan dan penjelasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan
a. UKM Pramuka UGM merupakan salah satu organisasi yang memiliki struktur yang cukip kompleks dengan kelengkapan unsure pimpinan dan koordinatir bidang.
b. UKM Pramuka UGM memiliki separngkat aturan yang mengikat yang menjadi pedoma operasional pelaksanaan organisasinya seperti AD/ART, SK tentang Pola dan Mekanisme Pembinaan Pramuka Penegak, dan GBHKR Jangka Panjang maupun Jangka Pendek.
c. Disebut sebagai organisasi karena memiliki misi dan visi yang jelas yang tertuang di GBHKR dan Program Kerja.
d. Dari struktur yang terbangun jelas bahwa mekanisme komunikasi dijalankan dengan sangat dengan menggunkan forum-forum yang sudah ada di berbagai pertemuan dan rapat.
e. Manajemen konflik yang dilakukan melalui proses yang cukup panjang di mana segenap unsure dilibatkan dalam proses penyelesaian konflik tersebut.


Daftar Pustaka
Fiske, John. (1999). Introduction To Communication Studies. 2nd Edition. London: Guernsey Press Co Ltd
Griffin, EM. (2003). A First Look at Communication Theory, 5th Edition. USA: McGraw-Hill
Littlejohn, Stephen W. (2002). Theories of Human Communication. USA: Wadsworth Group
Miller, Katherine. (2002). Communication Theories: Perspectives, Processes, and Contexts. USA: McGraw Hill
Rajiyem. (2004). Rencana Program Kegiatan dan Pembelajaran Semester Mata Kuliah Komunikasi Organisasi. Yogykarta: Jurusan Ilmu Komunikasi UGM

PDR 2006-2007 UKM Pramuka UGM. Laporan Bakti Pimpinan Dewan Racana Racana Racana Gadjah Mada dan Racana Tibhuwanatunggadewi 2006-2007. Yogyakarta: UKM Pramuka UGM

Rabu, 29 Juni 2011

PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK

Penyelesaian efektif dari suatu konflik seringkali menuntut agar factor-faktor
penyebabnya diubah. Penyebab terjadinya konflik dikelompokkan dalam tiga
kategori besar, yaitu karakteristik individual, beberapa kondisi umum yang
muncul di antara orang-orang dan group, serta desain dan struktur organisasi
itu sendiri.



Karakteristik Individual

Berikut ini merupakan perbedaan individual antar orang-orang yang mungkin dapat
melibatkan seseorang dalam konflik.



* Nilai Sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Beliefs)

Perasaan kita tentang apa yang benar dan apa yang salah, dan predisposisi untuk
bertindak positif maupun negative terhadap suatu kejadian, dapat dengan mudah
menjadi sumber terjadinya konflik. Nilai-nilai yang dipegang dapat menciptakan
ketegangan-ketegangan di antara individual dan group dalam suatu organisasi.
Sebagai contoh, ketua serikat pekerja cenderung untuk memiliki nilai-nilai yang
berbeda dengan manajer. Di satu sisi ketua serikat pekerja mengutamakan
kesejahteraan tenaga kerja, sedangkan di sisi yang lain manajer memandang
maksimalisasi profit sebagai prioritas utama. Nilai juga bisa menjadi alasan
kenapa orang tertarik untuk bergabung dalam suatu struktur organisasi tertentu.
Orang-orang yang bekerja dalam susunan organisasi yang birokratif memiliki
sikap yang berbeda dengan orang yang bekerja dalam struktur organisasi yang
dinamis. Dalam organisasi birokrat, orang-orang cenderung memiliki toleransi
yang rendah terhadap keterbukaan interpretasi, individualisme, dan nilai-nilai
professional. Mereka cenderung tidak suka berhadapan dengan informasi yang
kompleks serta menilai otoritas hierarki dan kekuasaan berdasarkan posisi dalam
organisasi.



* Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality)

Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan
kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar
pribadi. Sering muncul kasus di mana orang-orang yang memiliki kebutuhan
kekuasaan dan prestasi yang tinggi cenderung untuk tidak begitu suka bekerja
sama dengan orang lain, karena mereka menganggap prestasi pribadi lebih
penting, sehingga hal ini tentu mempengaruhi pihak-pihak lain dalam organisasi
tersebut.



* Perbedaan Persepsi (Persptual Differences)

Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Misalnya
saja, jika kita menganggap seseorang sebagai ancaman, kita dapat berubah
menjadi defensive terhadap orang tersebut. Di satu sisi, ia juga menganggap
kita tidak bersahabat, sehingga potensi terjadinya konflik muncul dengan
sendirinya. Konflik juga dapat timbul jika orang memiliki persepsi yang salah,
misalnya dengan menstereotype orang lain atau mengajukan tuduhan fundamental
yang salah. Perbedaan persptual sering dijumpai dalam situasi yang samar.
Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai suatu situasi mendorong persepsi
untuk mengambil alih dalam memberikan penilaian terhadap situasi tersebut.



Faktor Situasi



* Kesempatan dan Kebutuhan Berinteraksi (Opportunity and Neet to Interact)

Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah
secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya asosiasi di
antara pihak-pihak yang terlibat, semakin meningkat pula terjadinya konflik.
Dalam bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti pengambilan keputusan
bersama (joint decision-making), potensi terjadinya konflik bahkan semakin
meningkat.



* Kebutuhan untuk Berkonsensus (Need for Consensus)

Ada banyak hal di mana para manajer dari departemen yang berbeda harus memiliki
persetujuan bersama. Karena demikian banyak pihak yang terlibat dalam
masalah-masalah seperti ini, proses menuju tercapainya consensus seringkali
didahului dengan munculnya konflik. Sampai setiap manajer departemen yang
terlibat setuju, banyak kesulitan yang akan muncul.



* Ketergantungan Satu Pihak dengan Pihak Lain (Dependency of One Party to
Another)

Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, maka yang
lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.



* Perbedaan Status (Status Differences)

Apabila seseorang bertindak dalam cara-cara yang kongruen dengan satusnya,
konflik dapat muncul. Sebagai contoh dalam bisnis konstruksi, para insinyur
secara tipikal sering menolak ide-ide inovatif yang diajukan oleh juru gambar
(draftsman) karena mereka menganggap juru gambar memiliki status yang lebih
rendah, sehingga tidak sepantasnya juru gambar menjadi sejajar dalam proses
desain suatu konstruksi.



* Rintangan Komunikasi (Communication Barriers)

Komunikasi sebagai media interaksi di antara orang-orang dapat dengan mudah
menjadi basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan komunikasi sebagai pedang
bermata dua : tidak adanya komunikasi dapat menyebabkan terjadinya konflik,
tetapi di sisi lain, komunikasi yang terjadi itu sendiri dapat menjadi /
berpotensi terjadinya konflik. Sebagai contoh, informasi yang diterima mengenai
pihak lain akan menyebabkan orang dapat mengidentifikasi situasi perbedaan
dalam hal nilai dan kebutuhan. Hal ini dapat memulai konflik yang sebenarnya
dapat dihindari dengan komunikasi yang lebih sedikit.



* Batas-batas Tanggung Jawab dan Jurisdiksi yang Tidak Jelas (Ambiguous
Responsibilities and Jurisdictions)

Orang-orang dengan jabatan dan tanggung jawab yang jelas dapat mengetahui apa
yang dituntut dari dirinya masing-masing. Ketika terjadi ketidakjelasan
tanggung jawab dan jurisdiksi, kemungkinan terjadinya konflik jadi semakin
besar. Sebagai contoh, departemen penjualan terkadang menemukan dan memesan
material di saat departemen produksi mengklaim bahwa hal tersebut tidak
diperlukan. Bagian produksi kemudian akan menuduh departemen penjualan
melangkahi jurisdiksi mereka, sehingga konflikpun muncul tak henti-hentinya.
Hal ini dapat menyebabkan terlambatnya dipenuhi permintaan pasar, hilangnya
pelanggan, bahkan mogok kerja.





PENUTUP



Secara sederhana dapat dikatakan bahwa manajer sudah seharusnya memiliki
ketrampilan komunikasi dan penanganan konflik yang tentunya dapat membantu
mereka mengimplementasikan keputusan-keputusan untuk mendukung proses
pencapaian tujuan suatu organisasi. Untuk dapat mencapai hal ini, manajer harus
dapat mengenali hambatan-hambatan yang dapat mengganggu efektivitas komunikasi
yang dapat memacu terjadinya konflik. Ketrampilan komunikasi yang baik dapat
mengklarifikasi konflik yang timbul serta dapat memperkecil konsekuensi
negative dari konflik itu sendiri terhadap individual dan organisasi.



Manajer dituntut untuk memahami akar dari sebuah konflik, mendiagnosis situasi
konflik untuk dapat menemukan substansi spesifik dan perbedaan emosional
lainnya yang mendasari terjadinya konflik tersebut sehingga dapat ditemukan
sebab-sebab dari perbedaan ini.



Orang menangani konflik dengan berbagai cara, tetapi hanya pendekatan
penyelesaian masalah yang dapat menghasilkan resolusi konflik yang murni.
Berbagai stategi manajer konflik harus diketahui oleh seorang manajer, sehingga
dapat diputuskan strategi mana yang cocok untuk berbagai macam konflik yang
dihadapi



Pada akhirnya, hubungan interpersonal seorang manajer menghadirkan kesempatan
untuk meningkatkan atau malah mengurangi kesuksesannya dalam menangani konflik.
Terlatihnya seorang manajer dalam komunikasi dan proses konflik akan
menempatkan posisinya sebagai salah satu titik yang paling penting dalam
kesuksesan suatu organisasi atau perusahaan.

Sejarah terorisme

Sejarah tentang Terorisme berkembang sejak berabad lampau, ditandai dengan bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari Terorisme dengan mengacu pada sejarah Terorisme modern.[1]

Meski istilah Teror dan Terorisme baru mulai populer abad ke-18, namun fenomena yang ditujukannya bukanlah baru. Menurut Grant Wardlaw dalam buku Political Terrorism (1982), manifestasi Terorisme sistematis muncul sebelum Revolusi Perancis, tetapi baru mencolok sejak paruh kedua abad ke-19. Dalam suplemen kamus yang dikeluarkan Akademi Perancis tahun 1798, terorisme lebih diartikan sebagai sistem rezim teror.[2]

Kata Terorisme berasal dari Bahasa Perancis le terreur yang semula dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata Terorisme dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Dengan demikian kata Terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.[3]

Terorisme muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia-I, terjadi hampir di seluruh belahan dunia.[4] Pada pertengahan abad ke-19, Terorisme mulai banyak dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika. Mereka percaya bahwa Terorisme adalah cara yang paling efektif untuk melakukan revolusi politik maupun sosial, dengan cara membunuh orang-orang yang berpengaruh.[5] Sejarah mencatat pada tahun 1890-an aksi terorisme Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana pembunuhan masal terhadap warga Armenia pada Perang Dunia I. Pada dekade tersebut, aksi Terorisme diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan ideologi.[6]

Bentuk pertama Terorisme, terjadi sebelum Perang Dunia II, Terorisme dilakukan dengan cara pembunuhan politik terhadap pejabat pemerintah. Bentuk kedua Terorisme dimulai di Aljazair di tahun 50an, dilakukan oleh FLN yang memopulerkan “serangan yang bersifat acak” terhadap masyarakat sipil yang tidak berdosa. Hal ini dilakukan untuk melawan apa yang disebut sebagai Terorisme negara oleh Algerian Nationalist. Pembunuhan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keadilan. Bentuk ketiga Terorisme muncul pada tahun 60an dan terkenal dengan istilah “Terorisme Media”, berupa serangan acak terhadap siapa saja untuk tujuan publisitas.[7] Bentuk ketiga ini berkembang melalui tiga sumber, yaitu:

kecenderungan sejarah yang semakin menentang kolonialisme dan tumbuhnya gerakan-gerakan demokrasi serta HAM.
pergeseran ideologis yang mencakup kebangkitan fundamentalis agama, radikalis setelah era perang Vietnam dan munculnya ide perang gerilya kota.
kemajuan teknologi, penemuan senjata canggih dan peningkatan lalu lintas.

Namun Terorisme bentuk ini dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang ketika itu sebagian besar buta huruf dan apatis. Seruan atau perjuangan melalui tulisan mempunyai dampak yang sangat kecil. Akan lebih efektif menerapkan “the philosophy of the bomb” yang bersifat eksplosif dan sulit diabaikan.[8] Pasca Perang Dunia II, dunia tidak pernah mengenal "damai". Berbagai pergolakan berkembang dan berlangsung secara berkelanjutan. Konfrontasi negara adikuasa yang meluas menjadi konflik Timur - Barat dan menyeret beberapa negara Dunia Ketiga ke dalamnya menyebabkan timbulnya konflik Utara - Selatan. Perjuangan melawan penjajah, pergolakan rasial, konflik regional yang menarik campur tangan pihak ketiga, pergolakan dalam negeri di sekian banyak negara Dunia Ketiga, membuat dunia labil dan bergejolak. Ketidakstabilan dunia dan rasa frustasi dari banyak Negara Berkembang dalam perjuangan menuntut hak-hak yang dianggap fundamental dan sah, membuka peluang muncul dan meluasnya Terorisme. Fenomena Terorisme meningkat sejak permulaan dasa warsa 70-an. Terorisme dan Teror telah berkembang dalam sengketa ideologi, fanatisme agama, perjuangan kemerdekaan, pemberontakan, gerilya, bahkan juga oleh pemerintah sebagai cara dan sarana menegakkan kekuasaannya.[9]

Terorisme gaya baru mengandung beberapa karakteristik:[10]

ada maksimalisasi korban secara sangat mengerikan.
keinginan untuk mendapatkan liputan di media massa secara internasional secepat mungkin.
tidak pernah ada yang membuat klaim terhadap Terorisme yang sudah dilakukan.
serangan Terorisme itu tidak pernah bisa diduga karena sasarannya sama dengan luasnya seluruh permukaan bumi.

Mengapa Kelompok Teroris Beroperasi di Indonesia?

Pertanyaan dalam judul artikel ini akan terasa susah bagi rekan-rekan yang baru mempelajari sejarah terorisme di Indonesia mulai era 1980-an. Akan semakin susah bagi yang hanya mempelajari sejak era 1990-an, serta akan semakin lebih susah lagi bila kita hanya melihatnya dari fenomena serangan bom sejak tahun 2000 yang tercatat terjadi sekitar 20-an lebih kasus teror bom. Namun tentunya kita bertanya-tanya mengapa? Hanya Indonesiakah yang mengalaminya? jawabnya tidak, karena Filipina dan Thailand juga berkali-kali mengalami serangan bom. Bagaimana dengan Malaysia, Singapura, dan negara ASEAN lainnya? Karakteristik yang berbeda dari setiap negara menyebabkan tumbuh kembangnya kelompok teror juga berbeda. Tetapi secara umum negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura telah masuk dalam radar organisasi teroris yang mengatasnamakan Islam dengan pembentukan mantiqi-mantiqi.

Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia memiliki akar sejarah yang jauh lebih dalam terkait kelompok fanatik Islam. Mohon fanatik disini jangan diterjemahkan sebagai sesuatu yang positif ataupun negatif, tetapi pahami sebagai suatu keadaan psikologis totalitas seseorang dalam filsafat dan prinsip hidupnya yang dampaknya menegasikan yang lain. Hal ini merupakan keadaan fanatik agama atau al-ta'ashubud diiniyyu yang akhirnya pada titik yang ekstrim menyebabkan munculnya sikap dan perilaku yang memandang di luar dirinya dan kelompoknya adalah kafir (yakfuru).

Dalam beragama Islam tidak ada yang salah dengan sikap menegasikan yang lain, karena Islam mengajarkan prinsip awal tidak ada Tuhan selain Allah, suatu prinsip dasar tauhid yang dipahami secara universal wajib bagi seluruh aliran dalam Islam. Namun ternyata beragama itu bukan hanya ibadah kepada Tuhan, melainkan juga beramal kepada lingkungan dan sesama mahluk hidup, sehingga menyentuh pula dunia sosial, ekonomi dan politik. Titik yang paling krusial adalah dalam hubungannya dengan politik dan kekuasaan. Dengan bersumber pada perjuangan Nabi, para sahabat dan kalifah keIslaman di masa lalu, tentunya sangat wajar apabila kemudian muncul faham perjuangan politik dan kekuatan militer untuk mewujudkan kembali pemerintahan Islam di dunia ini. Argumentasinya adalah tanpa kekuasaan, Islam belum ditagakkan di bumi ini, sehingga berkembanglah doktrin menegakkan agama Islam mencakup kewajiban jihad membentuk kekuatan Islam yang nyata yang dapat mengatur kehidupan masyarakat (kekuatan politik).

Pertarungan tersebut kemudian membuka kembali lembaran-lembaran sejarah pertarungan negara teokrasi dan negara sekuler (demokrasi). Sejarah dunia mencatat berbagai kekalahan sejumlah agama dunia seperti Kristen, Islam, Hindu, Buddha dalam perebutan kendali atas negara yang merupakan pengatur masyarakat. Paska kekuasaan (regional-global) Turki Usmaniyah, maka dunia Islam kembali ke wilayah-wilayah negara yang lebih kecil. Terjadi sejumlah model di negara-negara Timur Tengah seperti kolaborasi dinasti keluarga dengan ajaran Wahabbi (Saudi Arabia), berkembangnya sekularisme dan terciptanya sel-sel perlawanan untuk perjuangan negara Islam di berbagai negara.

Di Indonesia Islam mulai diperkenalkan sejak abad ke-11 dimana catatan tertua bahkan berasal pada era kerajaan Singsari di Jawa tahun 1082 Masehi (diduga merupakan catatan atas makam umat Islam asal Arab). Pada tahun 1292 Masehi, telah ada catatan sejarah dari berita Marcopolo tentang umat Islam yang besar di Aceh, sedangkan Kerajaan Pasai adalah kerajaan Islam Nusantara yang pertama. Pada abad 14-15 M, adalah bangkitnya kekuatasn Islam Nusantara dan awal runtuhnya Kerajaan Hindu-Buddha, Islam di Nusantara semakin kuat karena kedatangan Islam ke Nusantara adalah fenomena yang unik karena sungguh-sungguh damai melalui jalur pendidikan, sentuhan budaya dan terjadi akomodasi budaya yang melahirkan sinkritisme Islam khas Indonesia. Islam Damai adalah ciri khas Islam di Indonesia yang tidak menggunakan pedang dalam penyebarluasannya. Karakter Islam Damai di Indonesia tersebut berubah ketika Bangsa Barat akhir abad ke 15 M masuk ke Nusantara. Melihat kenyataan berkembangnya Islam di Nusantara, terjadilah benturan pertama Islam-Kristen di Nusantara karena pengaruh perang Salib yang terjadi di belahan dunia lain (Timur Tengah dan Eropa).

Sejarah perjuangan Kerajaan-kerajaan Islam Nusantara melawan penjajah yang mengatasnamakan ajaran Kristen dengan Gospelnya adalah akar sejarah pertama yang ada di alam bawah sadar mayoritas umat Islam Indonesia yang selalu curiga kepada kekuatan Barat. Bagaimanapun juga, kita adalah anak-cucu umat-umat terdahulu bukan?

Kerajaan Islam Nusantara hancur dan Nusantara dijajah selama 350 tahun, namun sepanjang sejarah tersebut perlawanan terjadi dimana-mana dan seluruh elemen bangsa Indonesia berjuang dengan segala kemampuan yang ada. Paska kehancuran kerajaan-kerajaan Islam Nusantara, perjuangan kemerdekaan tidak terjadi dalam skala nasional, melainkan lokal, dimana kekuatan masyarakat yang lokal tersebut lintas agama, lintas etnis melawan penjajah Belanda.

Hancurnya kekuatan politik Islam tidak menghancurkan sendi-sendi umat Islam yang telah mengakar selama beberapa ratus tahun sebelum kedatangan Belanda.

Singkat kata, hingga lahirnya gerakan nasionalisme Indonesia pada awal abad 20, perjuangan kemerdekaan Indonesia mencapai tahap finalisasi menuju kemerdekaan. Kelompok-kelompok yang ada dalam pejuangan nasional tersebut mencakup berbagai elemen bangsa lintas agama, etnis suku bangsa, dan pandangan ideologi politik. Islam politik cukup dominan, dan warnanya juga beragam. Piagam Jakarta adalah bukti sejarah politik Indonesia dimana dominasi kelompok Islam begitu kuat pada masa persiapan kemerdekaan. Namun karena keyakinan bahwa pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia adalah prinsip dasar nasionalisme Indonesia, maka piagam jakarta tidak diberlakukan serta dihapus nuansa keIslamannya serta menjelma menjadi Pancasila.

Paska peristiwa kemenangan prinsip nasionalisme Indonesia, sebagian kelompok Islam sangat kecewa. Bahkan elemen pejuang militer Islam (Tentara Islam) kemudian menyusun konsep Darul Islam dan Negara Islam Indonesia (DI/NII)di Jawa Barat tahun 1949 dengan pimpinan S. M. Kartosuwirjo, dan di Aceh tahun 1953 dengan pimpinan Daud Beureuh. Disamping elemen perlawanan Tentara Islam atas pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, berkembang pula elemen-elemen pesantren "jihad" (jumlahnya sekitar 70an) dan elemen pendukung syariat Islam dari partai Masyumi yang dihancurkan pemerintahan Sukarno. Pada era Orde Baru sejak tahun 1965, pemerintah Indonesia dengan pendekatan kekerasan militerisme melakukan kebijakan menghancurkan bahaya laten radikal kiri (komunisme) dan radikal kanan (Islam). Hal ini telah mempertajam sakit hati kelompok masyarakat Indonesia yang berada dalam kategori radikal kanan dan kiri tersebut, sehingga masuklah mereka semua ke dalam sel-sel pembibitan yang semakin keras. Pesantren Ngruki (1972) yang dibangun Abu Bakar Basyir hanyalah satu dari pesantren lain yang juga mengajarkan jihad, namun hal ini tidak dapat digeneralisir kedalam dunia terorisme.

Dalam penelitian Blog I-I ke dalam organisasi teroris, diketahui bahwa perilaku aksi bom bunuh diri tidak diajarkan di pesantren, melainkan terjadi dalam gerakan perlawanan terhadap pemerintahan yang dianggap kafir. Hal ini dalam sejarah modern mengacu pada pola strategi yang diterapkan oleh kelompok Hezbollah di Lebanon. Hal ini dianggap berhasil menakut-nakuti lawan, namun kemudian direduksi oleh dunia Barat (AS dan sekutunya) sebagai terorisme internasional. Sehingga pencitraan heroisme aksi bom bunuh diri Hezbollah berubah menjadi aksi pengecut teroris.

Indonesia dalam sejarahnya telah mengenal aksi bom bunuh diri misalnya di Aceh ketika melawan Belanda dengan sebutan Aceh Moord. Serta kita semua tentunya akan sangat menghormati aksi paling heroik dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia pada 1945 yang dilakukan oleh Muhammad Toha di Bandung Selatan dengan meledakkan dirinya di gudang mesiu demi melemahkan kekuatan Belanda, yang kemudian dikenal dengan “Bandung Lautan Api.” Artinya, kita tidak akan pernah menyebut aksi Muhammad Toha sebagai tindakan pengecut bukan? sebaliknya akan memberikan penghormatan dan doa, dan kita mengakui kepahlawanan Muhammad Toha.

Demikian pula yang terjadi dalam gerakan terorisme modern Indonesia, kelompok ini menganggap aksinya sebagai tindakan mulia, yang mana bertentangan dengan pandangan umum kita yang melihatnya sebagai tindakan hina. (Perhatikan kasus bandung lautan api, dan resapi bagaimana perasaan kita sendiri).

Ah ha...saya kembali bicara kesana-kemari tetapi belum menjawab mengapa kelompok teroris beroperasi di Indonesia?

Jawabannya ada di dalam hati kita dan ada di depan mata kita sendiri, yaitu sbb:

1. Sejarah perjuangan bangsa kita yang tidak takut mati masih ada di dalam diri kita, sehingga apabila ada bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki karakter perlawanan tidak takut mati adalah hal yang wajar. Kualitas ini tidak dimiliki negara-negara tetangga yang memperoleh kemerdekaan secara mudah gratisan dari negara penjajahnya yang baik hati.

2. Mayoritas Islam Damai Indonesia sejak abad 11 M memiliki karakter diam dan hanya bereaksi ketika terjadi peristiwa yang mengganggu kedamaian, sehingga dibutuhkan waktu cukup lama untuk membangkitkan kewaspadaan terhadap keberadaan segelintir umat Islam yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mencapai tujuannya.

3. Mayoritas umat Islam Indonesia membawa sejarah bawah sadar kecurigaan yang kuat terhadap intervensi Barat sebagaimana terjadi dalam perang Nusantara di Indonesia dan perang Salib di dunia, sehingga akan sulit percaya apabila ada Muslim yang tega menyakiti sesama, apalagi aksi teror.

4. Bahwa Indonesia adalah lahan yan sangat subur bagi lahirnya radikal kanan (versi pemerintah) karena kebijakan represi yang salah sasaran dari pemerintah Orde Baru. Pada era reformasi ada perbaikan dimana dialog telah terjadi dari berbagai elemen bangsa sehingga dapat dicapai suatu keadaan yang lebih adil di masa mendatang. Di lahan yang subur karena 40 juta rakyat kita masih miskin, sementara korupsi masih merajalela, tentunya apabila ada diantara rekan-rekan Blog I-I yang melakukan aksi bom bunuh diri di pusat-pusat korupsi nasional Indonesia akan menjadi pahlawan bukan?

5. Indonesia baru memulai komunikasi yang lebih sehat pada 10 tahun terakhir, sebelumnya penderitaan dan rasa sakit tidak terkomunikasikan, hal ini merupakan sejarah Hak Asasi Manusia Indonesia yang sangat buruk. Manusia Indonesia banyak mengalami ketidakadilan, termasuk dalam soal perlindungan hukum dan perlakuan yang wajar. Perhatikan perbedaan nasib bomber Bom Bali yang memperoleh proses peradilan dan liputan yang lebih berimbang dibandingkan dengan para pendiri DI/NII yang hilang begitu saja atau mati entah dimana. Perlu dibangun suatu mekanisme komunikasi yang lebih baik dalam wacana karakter kebangsaan Indonesia dengan seluruh elemen, dan hal ini menjadi kewajiban pemerintah. Hal ini juga terjadi dalam kasus separatisme baik di bekas propinsi Timor Timur, Aceh, Maluku maupun Papua.

6. Aksi teror di Indonesia relatif lebih mudah karena aparat keamanan, khususnya pengamanan instalasi baik tempat umum maupun khusus memiliki tingkat disiplin yang rendah. Hal ini perlu direformasi dengan peningkatan kesejahteraan dan penggunaan alat-alat pencegahan dan pengawasan yang lebih modern, seperti di negara tetangga Singapura dan Malaysia.

7. Boleh saya katakan bahwa seluruh elemen teroris Indonesia adalah asli buatan dalam negeri, yaitu kelanjutan dari elemen-elemen sejarah bangsa yang saya sebutkan di atas. Peristiwa internasional merupakan elemen katalis yang memperkuat dan mempercepat pertumbuhan kelompok teroris. Misalnya pengalaman "berjihad" di Afghanistan dan Filipina Selatan, komunikasi dengan Al Qaeda, dengan elemen radikal Wahabbi dan elemen jihad salafy ataupun gerakan militer Ikhwanul Muslimin.

8. Saya beberapa kali pernah mengungkapkan adanya kemungkinan "master puppet" yang mengacu pada negara-negara Barat, misalnya dengan kejanggalan kasus Omar Faruq ataupun keanehan sejarah Afghanistan yang saat ini masih diwarnai konflik bersenjata, juga pada situasi di Irak dan Lebanon. Latar belakangnya bisa saja uji coba senjata canggih negara Barat, upaya labelling Islam teroris, serta konspirasi dalam mengalihkan perhatian dunia dari masalah global yang sesungguhnya. Namun hingga saat ini, sangat sulit bagi kita mengumpulkan fakta-fakta yang dapat dipergunakan untuk membuktikan hal tersebut, namun secara analisis terlihat cukup meyakinkan. Untuk catatan terakhir ini, saya serahkan kepada rekan-rekan Blog I-I, anggaplah ini sebagai latihan intelektual dalam meningkatkan pemahaman kita terhadap isu-isu keamanan nasional Indonesia.

Apakah hal-hal tersebut diatas yang menyebabkan kelompok teroris beroperasi di Indonesia? tentu ada satu lagi catatan yang tidak kalah pentingnya atau bahkan paling penting dari semua itu, khususnya dalam fenomena keIndonesiaan. Yaitu para teroris sebagaimana juga mayoritas orang Indonesia berpikir lokal dan beraksi lokal pula, think locally dan act locally also. mengapa demikian? karena sangat lemah pengetahuannya dalam skala internasional, sehingga lebih mudah beroperasi di Indonesia, hal ini pula yang mendasari aksi sejumlah warga negara Malaysia dalam aksi teror di Indonesia.

Mudah-mudahan dengan berbagai perbaikan sektor kemanan dan keselamatan rakyat Indonesia, serta profesionalisme aparat keamanan, tidak akan ada lagi aksi teror yang mengintimidasi kedamaian bangsa Indonesia.

Sekian
SW

SEJARAH SISTEM POLITIK INDONESIA

Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.
Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan
Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik dikuru dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional.
Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
4. kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif.
6. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.
Ada satu pendekatan lagi yang dibutuhkan dalam melihat proses politik yaitu pendekatan pembangunan, yang terdiri dari 2 hal:
a. Pembangunan politik masyarakat berupa mobilisasi, partisipasi atau pertengahan. Gaya agregasi kepentingan masyarakat ini bisa dilakukans ecara tawaran pragmatik seperti yang digunakan di AS atau pengejaran nilai yang absolut seperti di Uni Sovyet atau tradisionalistik.
b. Pembangunan politik pemerintah berupa stabilitas politik
PROSES POLITIK DI INDONESIA
Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa berikut ini:
- Masa prakolonial
- Masa kolonial (penjajahan)
- Masa Demokrasi Liberal
- Masa Demokrasi terpimpin
- Masa Demokrasi Pancasila
- Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
· Penyaluran tuntutan
· Pemeliharaan nilai
· Kapabilitas
· Integrasi vertikal
· Integrasi horizontal
· Gaya politik
· Kepemimpinan
· Partisipasi massa
· Keterlibatan militer
· Aparat negara
· Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa prakolonial (Kerajaan)
· Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi
· Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa atau pemenang peperangan
· Kapabilitas – SDA melimpah
· Integrasi vertikal – atas bawah
· Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
· Gaya politik - kerajaan
· Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan
· Partisipasi massa – sangat rendah
· Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
· Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
· Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2. Masa kolonial (penjajahan)
· Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
· Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham
· Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
· Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis
· Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
· Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
· Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
· Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada
· Keterlibatan militer – sangat besar
· Aparat negara – loyal kepada penjajah
· Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3. Masa Demokrasi Liberal
· Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
· Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi
· Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
· Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
· Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
· Gaya politik - ideologis
· Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928
· Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
· Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil
· Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
· Stabilitas - instabilitas
4. Masa Demokrasi terpimpin
· Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
· Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
· Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
· Integrasi vertikal – atas bawah
· Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
· Gaya politik – ideolog, nasakom
· Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik
· Partisipasi massa - dibatasi
· Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan
· Aparat negara – loyal kepada negara
· Stabilitas - stabil
5. Masa Demokrasi Pancasila
· Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
· Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
· Kapabilitas – sistem terbuka
· Integrasi vertikal – atas bawah
· Integrasi horizontal - nampak
· Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
· Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
· Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
· Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
· Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
· Stabilitas stabil
6. Masa Reformasi
· Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
· Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
· Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
· Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
· Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
· Gaya politik - pragmatik
· Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
· Partisipasi massa - tinggi
· Keterlibatan militer - dibatasi
· Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
· Stabilitas - instabil