Rabu, 29 Juni 2011

PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK

Penyelesaian efektif dari suatu konflik seringkali menuntut agar factor-faktor
penyebabnya diubah. Penyebab terjadinya konflik dikelompokkan dalam tiga
kategori besar, yaitu karakteristik individual, beberapa kondisi umum yang
muncul di antara orang-orang dan group, serta desain dan struktur organisasi
itu sendiri.



Karakteristik Individual

Berikut ini merupakan perbedaan individual antar orang-orang yang mungkin dapat
melibatkan seseorang dalam konflik.



* Nilai Sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Beliefs)

Perasaan kita tentang apa yang benar dan apa yang salah, dan predisposisi untuk
bertindak positif maupun negative terhadap suatu kejadian, dapat dengan mudah
menjadi sumber terjadinya konflik. Nilai-nilai yang dipegang dapat menciptakan
ketegangan-ketegangan di antara individual dan group dalam suatu organisasi.
Sebagai contoh, ketua serikat pekerja cenderung untuk memiliki nilai-nilai yang
berbeda dengan manajer. Di satu sisi ketua serikat pekerja mengutamakan
kesejahteraan tenaga kerja, sedangkan di sisi yang lain manajer memandang
maksimalisasi profit sebagai prioritas utama. Nilai juga bisa menjadi alasan
kenapa orang tertarik untuk bergabung dalam suatu struktur organisasi tertentu.
Orang-orang yang bekerja dalam susunan organisasi yang birokratif memiliki
sikap yang berbeda dengan orang yang bekerja dalam struktur organisasi yang
dinamis. Dalam organisasi birokrat, orang-orang cenderung memiliki toleransi
yang rendah terhadap keterbukaan interpretasi, individualisme, dan nilai-nilai
professional. Mereka cenderung tidak suka berhadapan dengan informasi yang
kompleks serta menilai otoritas hierarki dan kekuasaan berdasarkan posisi dalam
organisasi.



* Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality)

Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan
kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar
pribadi. Sering muncul kasus di mana orang-orang yang memiliki kebutuhan
kekuasaan dan prestasi yang tinggi cenderung untuk tidak begitu suka bekerja
sama dengan orang lain, karena mereka menganggap prestasi pribadi lebih
penting, sehingga hal ini tentu mempengaruhi pihak-pihak lain dalam organisasi
tersebut.



* Perbedaan Persepsi (Persptual Differences)

Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Misalnya
saja, jika kita menganggap seseorang sebagai ancaman, kita dapat berubah
menjadi defensive terhadap orang tersebut. Di satu sisi, ia juga menganggap
kita tidak bersahabat, sehingga potensi terjadinya konflik muncul dengan
sendirinya. Konflik juga dapat timbul jika orang memiliki persepsi yang salah,
misalnya dengan menstereotype orang lain atau mengajukan tuduhan fundamental
yang salah. Perbedaan persptual sering dijumpai dalam situasi yang samar.
Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai suatu situasi mendorong persepsi
untuk mengambil alih dalam memberikan penilaian terhadap situasi tersebut.



Faktor Situasi



* Kesempatan dan Kebutuhan Berinteraksi (Opportunity and Neet to Interact)

Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah
secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya asosiasi di
antara pihak-pihak yang terlibat, semakin meningkat pula terjadinya konflik.
Dalam bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti pengambilan keputusan
bersama (joint decision-making), potensi terjadinya konflik bahkan semakin
meningkat.



* Kebutuhan untuk Berkonsensus (Need for Consensus)

Ada banyak hal di mana para manajer dari departemen yang berbeda harus memiliki
persetujuan bersama. Karena demikian banyak pihak yang terlibat dalam
masalah-masalah seperti ini, proses menuju tercapainya consensus seringkali
didahului dengan munculnya konflik. Sampai setiap manajer departemen yang
terlibat setuju, banyak kesulitan yang akan muncul.



* Ketergantungan Satu Pihak dengan Pihak Lain (Dependency of One Party to
Another)

Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, maka yang
lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.



* Perbedaan Status (Status Differences)

Apabila seseorang bertindak dalam cara-cara yang kongruen dengan satusnya,
konflik dapat muncul. Sebagai contoh dalam bisnis konstruksi, para insinyur
secara tipikal sering menolak ide-ide inovatif yang diajukan oleh juru gambar
(draftsman) karena mereka menganggap juru gambar memiliki status yang lebih
rendah, sehingga tidak sepantasnya juru gambar menjadi sejajar dalam proses
desain suatu konstruksi.



* Rintangan Komunikasi (Communication Barriers)

Komunikasi sebagai media interaksi di antara orang-orang dapat dengan mudah
menjadi basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan komunikasi sebagai pedang
bermata dua : tidak adanya komunikasi dapat menyebabkan terjadinya konflik,
tetapi di sisi lain, komunikasi yang terjadi itu sendiri dapat menjadi /
berpotensi terjadinya konflik. Sebagai contoh, informasi yang diterima mengenai
pihak lain akan menyebabkan orang dapat mengidentifikasi situasi perbedaan
dalam hal nilai dan kebutuhan. Hal ini dapat memulai konflik yang sebenarnya
dapat dihindari dengan komunikasi yang lebih sedikit.



* Batas-batas Tanggung Jawab dan Jurisdiksi yang Tidak Jelas (Ambiguous
Responsibilities and Jurisdictions)

Orang-orang dengan jabatan dan tanggung jawab yang jelas dapat mengetahui apa
yang dituntut dari dirinya masing-masing. Ketika terjadi ketidakjelasan
tanggung jawab dan jurisdiksi, kemungkinan terjadinya konflik jadi semakin
besar. Sebagai contoh, departemen penjualan terkadang menemukan dan memesan
material di saat departemen produksi mengklaim bahwa hal tersebut tidak
diperlukan. Bagian produksi kemudian akan menuduh departemen penjualan
melangkahi jurisdiksi mereka, sehingga konflikpun muncul tak henti-hentinya.
Hal ini dapat menyebabkan terlambatnya dipenuhi permintaan pasar, hilangnya
pelanggan, bahkan mogok kerja.





PENUTUP



Secara sederhana dapat dikatakan bahwa manajer sudah seharusnya memiliki
ketrampilan komunikasi dan penanganan konflik yang tentunya dapat membantu
mereka mengimplementasikan keputusan-keputusan untuk mendukung proses
pencapaian tujuan suatu organisasi. Untuk dapat mencapai hal ini, manajer harus
dapat mengenali hambatan-hambatan yang dapat mengganggu efektivitas komunikasi
yang dapat memacu terjadinya konflik. Ketrampilan komunikasi yang baik dapat
mengklarifikasi konflik yang timbul serta dapat memperkecil konsekuensi
negative dari konflik itu sendiri terhadap individual dan organisasi.



Manajer dituntut untuk memahami akar dari sebuah konflik, mendiagnosis situasi
konflik untuk dapat menemukan substansi spesifik dan perbedaan emosional
lainnya yang mendasari terjadinya konflik tersebut sehingga dapat ditemukan
sebab-sebab dari perbedaan ini.



Orang menangani konflik dengan berbagai cara, tetapi hanya pendekatan
penyelesaian masalah yang dapat menghasilkan resolusi konflik yang murni.
Berbagai stategi manajer konflik harus diketahui oleh seorang manajer, sehingga
dapat diputuskan strategi mana yang cocok untuk berbagai macam konflik yang
dihadapi



Pada akhirnya, hubungan interpersonal seorang manajer menghadirkan kesempatan
untuk meningkatkan atau malah mengurangi kesuksesannya dalam menangani konflik.
Terlatihnya seorang manajer dalam komunikasi dan proses konflik akan
menempatkan posisinya sebagai salah satu titik yang paling penting dalam
kesuksesan suatu organisasi atau perusahaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar